MAKALAH IBADAH PUASA




MAKALAH AIK II
“Ibadah Puasa”

Dosen Pengampu :
Fathurrohman, M.S.I
Cahaya Khaeroni, M.Pd.I


Di Susun Oleh :
1.      Nawal Sartika Sari                (16310050)
2.      Nikmatul Nurjanannah        (16310014)
3.      Yeni Yunita Sari                   (16310025)
4.      Yusuf Pratama                      (16310026)




PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2016/2017
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan penuh kemudahan. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Ibadah Puasa” yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan di Universitas Muhammadiyah Metro.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Metro, 5 Maret 2017


Penulis






DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................        i
KATA PENGANTAR..........................................................................................        ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................        1
A.    Latar Belakang ............................................................................................        1
B.     Rumusan Masalah .......................................................................................        1
C.     Tujuan dan Manfaat Penulisan ...................................................................        2
D.    Metode Penulisan .......................................................................................        2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................        3
A.    Hakekat Puasa ............................................................................................        3
B.     Mengapa Allah Mewajibkan Puasa .............................................................        17
C.     Tujuan dan Fungsi Puasa ............................................................................        18
D.    Hikmah Puasa .............................................................................................        21
E.     Makna Spiritual Puasa ................................................................................        22
F.      Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter ................................................        24
BAB III  ANALISIS .............................................................................................        28
BAB IV KESIMPULAN .....................................................................................        29
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah.
Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa Hakekat Puasa?
2.      Mengapa Allah mewajibkan puasa?
3.      Apakah Tujuan dan fungsi puasa?
4.      Apakah Hikmah puasa?
5.      Apakah Makna spiritual puasa?
6.      Bagaimana Puasa dan pembentukan insan berkarakter?
C.      Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.      Tujuan penulisan
a.       Menjelaskan pengertian puasa
b.      Menjelaskan hakekat puasa
c.       Menjelaskan mengapa allah mewajibkan puasa
d.      Menjelaskan  tujuan dan fungsi dari puasa
e.       Menjelaskan hikmah puasa
f.       Menjelaskan makna apa saja yang di dapat dari spiritual puasa
g.      Menjelaskan puasa dapat membentukan insan berkarakter

2.      Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam dalam menjalankan ibadah khususnya ibadah puasa dan supaya pengetahuan kita tentang ibadah puasa dapat bertambah.

D.      Metode Penulisan
Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan metode mencari bahan-bahan dari sumber-sumber dari buku dan internet
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Hakekat Shaum (puasa)

Shaum menurut bahasa yaitu al imsak (menahan diri) dari sesuatu, adapun pengertian menurut syari' yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai dengan terbenam matahari.[1] Namun, secara implisit dalam puasa terdapat dua nilai yang menjadi parameter antara sah atau tidaknya puasa seseorang.
Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan peringatan terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya yang berbunyi :
"Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja". H.R. bukhari. Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti.
Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau tidaknya puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia bertakwa (laa'lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183
Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT. Maka dari itu, hakekat puasa dalam pandangan Rasyid Ridha adalah sebagaimana berikut ini[2] :

a.      Tarbiyat aliradat (pendidikan keinginan)

Keinginan atau kemauan merupakan fitrah manusia. Tapi acapkali kemauan atau keinginan yang dimiliki manusia tidak selamanya baik dan tidak pula selamanya buruk. Karena itu puasa dapat mendidik atau membimbing kemauan manusia baik yang positif maupun yang negatif. Dengan puasa, kemauan positif akan terus termotifasi untuk labih berkembang dan meningkat. Adapun kemauan negatif, puasa akan membimbing dan mengarahkan agar kemauan tersebut tidak terlaksana.
Adapun yang menyebabkan kamauan seseoarang ada yang positif dan yang negatif, sesuai yang diungkapkan oleh Imam Al-Gazali bahwa di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat sebagaimana berikut ini:
1)      Sifat Rububiyah, yaitu sifat yang mendorong untuk selalu berbuat baik.
2)      Sifat Syaithoniyah, inilah sifat yang mendorong seseorang untuk berbuat kesalahan dan kejahatan.
3)      Sifat Bahimiyah (kehewanan), sesuai dengan istilah yang diberikan pada manusia sebagai mahluk biologis.
4)      Sifat Subuiyah, yaitu sifat kejam dan kezaliman yang terdapat dalam diri manusia.

b.      Thariqat almalaikat

Malaikat merupakan makhluk suci, yang selalu taat dan patuh terhadap segala perintah Allah. Begitupun orang yang puasa ketaatannya merupakan suatu bukti bahwa jiwanya tidak dikuasai oleh hawa nafsunya. Juga, orang puasa akan mengalami iklim kesucian laksana seorang bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari setiap dosa dan kesalahan. Inilah janji Allah yang akan diberikan untuk orang yang berpuasa dan melaksanakan setiap amalan ibadah pada bulan ramadhan.

c.       Tarbiyat alilahiyyat (pendidikan ketuhanan)

Puasa merupakan sistem pendidikan Allah SWT dalam rangka mendidik atau membimbing manusia. Sistem pendidikan ini mengandung dua fungsi yaitu:
1)      Sebagai sistem yang pasti untuk mendidik manusia supaya menjadi hamba tuhan yang taat dan patuh.
2)      Sebagai suatu sistem yang dapat mendidik sifat rubbubiyyah (ketuhanan) manusia untuk dapat berbuat adil, sabar, pemaaf dan perbuatan baik lainnya.

d.      Tazkiyat annafsi (penyucian jiwa)

Hakekat puasa yang keempat ini diungkapkan oleh Ibnu Qayim al Jauzi. Puasa dapat menjadi sarana untuk membersihkan berbagai sifat buruk yang terdapat dalam jiwa manusia. Adakalanya jiwa manusia akan kotor bahkan sampai berkarat terbungkus oleh noda dan sikap keburukan yang terdapat didalamnya. Maka wajar kalau puasa dapat menjadi penyuci jiwa.

1.      Tingkatan Puasa

a.      Puasa Umum

أَمَّا صَوْمُ الْعُمُومِ: فَهُوَ كَفُّ الْبَطْنِ وَالْفَرْجِ عَنْ قَضَاءِ الشَّهْوَةِ
“Puasa umum adalah menahan petur dan kemaluan dari menunaikan syahwat.”
Maksudnya, puasa umum atau puasa orang-orang awam adalah “sekedar” mengerjakan puasa menurut tata cara yang diatur dalam hukum fiqih. Seseorang makan sahur dan berniat untuk puasa pada hari itu, lalu menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan badan dengan suami atau istrinya sejak dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Jika hal itu telah dikerjakan, maka secara hukum fiqih ia telah mengerjakan kewajiban shaum Ramadhan. Puasanya telah sah secara lahiriah menurut tinjauan ilmu fikih.[3]

b.      Puasa Khusus (Khawas)

وَأَمَّا صَوْمُ الْخُصُوصِ فَهُوَ كَفُّ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَاللِّسَانِ وَالْيَدِ وَالرِّجْلِ وَسَائِرِ الْجَوَارِحِ عَنِ الْآثَامِ
“Puasa khusus adalah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa.”
Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan puasa umum atau puasa orang-orang awam. Selain menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual, tingkatan ini menuntut orang yang berpuasa untuk menahan seluruh anggota badannya dari dosa-dosa, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tingkatan ini menuntut seorang muslim untuk senantiasa berhati-hati dan waspada.
Misalnya ia akan menahan matanya dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan telinganya dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan lisannya dari mengucapkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan tangannya dari melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan kakinya dari melangkah menuju hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan seluruh anggota badannya yang lain ia jaga agar tidak terjatuh dalam tindakan maksiat. Tingkatan puasa ini adalah tingkatan orang-orang shalih.

c.       Puasa Sangat Khusus (Khawasul Khawas)

وَأَمَّا صَوْمُ خُصُوصِ الْخُصُوصِ: فَصَوْمُ الْقَلْبِ عَنِ الْهِمَمِ الدَّنِيَّةِ وَالْأَفْكَارِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَكَفُّهُ عَمَّا سِوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالْكُلِّيَّةِ.
“Puasa sangat khusus adalah berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain Allah secara totalitas.”
Tingkatan ini adalah tingkatan yang paling tinggi, sehingga paling berat dan paling sulit dicapai. Selain menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual, serta menahan seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat, tingkatan ini menuntut hati dan pikiran orang yang berpuasa untuk selalu fokus, memikirkan hal-hal yang mulia, mengharapkan hal-hal yang mulia dan memurnikan semua tujuan untuk Allah semata.
Puasanya hati dan pikiran, itulah hakekat dari puasa sangat khusus. Puasanya hati dan pikiran dianggap batal ketika ia memikirkan hal-hal selain Allah, hari akhirat dan berfikir tentang (keinginan-keinginan) dunia, kecuali perkara dunia yang membantu urusan akhirat. Inilah puasa para nabi, shiddiqin dan muqarrabin.
Agar puasa kita tidak sekedar menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan pembatal-pembatal puasa yang bersifat lahiriah lainnya, imam Al-Ghazali menguraikan bahwa kita harus menjaga anggota badan kita dari dosa-dosa. Yaitu sebagai berikut :
1)      Menjaga pandangan mata
Yaitu menundukkan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan Allah dan rasul-Nya, menahan pandangan mata dari terlalu bebas memandang hal-hal yang dicela dan dibenci, bahkan menahan pandangan mata dari hal-hal yang menyibukkan hati dan melalaikan dari dzikir kepada Allah Ta’ala.



قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki agar hendaknya mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengerti apa yang mereka kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin wanita agar hendaknya mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (QS. An-Nur [24]: 30-31)
2)      Menjaga lisan
Yaitu menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, ucapan yang jorok, perkataan dusta, ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), sumpah palsu, ucapan yang kasar, adu mulut dan debat kusir. Ia hendaknya menyibukkan lisan dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, berdzikir, mengucapkan perkataan yang baik dan lebih baik diam dari hal-hal yang tidak bermanfaat.
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Puasa adalah perisai (dari perbuatan dosa dan siksa api neraka, edt). Maka jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan perkataan yang keji dan jangan pula melakukan tindakan yang bodoh. Jika ada seseorang yang mencaci maki dirinya atau mengajaknya berkelahi, hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151)
3)      Menjaga Pendengaran
Yaitu menjaga telinga dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan, sebab hal-hal yang haram diucapkan juga haram untuk didengarkan. Allah Ta’ala telah menyamakan antara mendengarkan perkataan yang haram dengan memakan harta yang haram, dalam firman-Nya:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka sangat banyak mendengarkan perkataan dusta dan sangat banyak memakan harta haram.” (QS. Al-Maidah [5]: 42)
4)       Menjaga tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari hal-hal yang diharamkan
Tangan hendaknya dijaga dari menyentuh dan memegang hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala, atau dari melakukan tindakan yang diharamkan Allah Ta’ala seperti memukul, mencuri, dan merampas hak orang lain tanpa hak. Kaki hendaknya dijaga dari melangkah menuju kemaksiatan, atau melakukan kezaliman kepada orang lain tanpa hak. Seluruh anggota badan lainnya dijaga dari melakukan kemaksiatan dan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Perutnya dijaga dari mengonsumsi makanan yang haram dan makanan yang mengandung syubhat saat berbuka puasa dan makan sahur. Sebab apalah nilainya ia menahan diri dari makanan dan minuman yang halal sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, jika ia mengakhiri itu semua dengan makanan yang haram saat berbuka puasa. Orang yang berpuasa seperti itu adalah bagaikan orang yang membangun sebuah istana dengan menghancurkan sebuah negeri.
5)       Menjaga diri untuk tidak memenuhi perutnya dengan makanan saat berbuka puasa.
Tujuan dari puasa adalah melemahkan hawa nafsu. Jika sejak terbit fajar sampai terbenam matahari hawa nafsu dilemahkan dengan mengosongkan perut, maka menyantap banyak makanan saat berbuka puasa hanya akan membangkitkan hawa nafsu yang terkekang di siang hari. Puasa hanya berfungsi sebagai pemindah hawa nafsu dari siang hari ke malam hari. Apalagi bila ditambah dengan mengumpulkan berbagai makanan dan minuman yang lezat. Hikmah-hikmah puasa, misalnya solidaritas terhadap kaum miskin, tidak akan teraih dengan cara seperti itu.

6)      Setelah berbuka puasa hendaknya hatinya diliputi perasaan harap-harap cemas, berharap puasanya diterima Allah Ta’ala dan takut jika puasanya tidak diterima Allah Ta’ala. Ia berada di antara perasaan harap dan cemas, sebab ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima Allah atau ditolak-Nya.
Semoga kita tidak termasuk dalam golongan yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:
 رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
“Betapa banyak orang berpuasa namun balasan dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga semata. Dan betapa banyak orang melakukan shalat malam (tarawih dan witir) namun balasannya dari shalatnya hanyalah begadang menahan kantuk semata.” (HR. Ahmad no. 8856, Abu Ya’la no. 6551, Ad-Darimi no. 2720, Ibnu Hibban no. 3481 dan Al-Hakim no. 1571. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanadnya kuat)

2.      Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum

Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1.       Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2.       Puasa sunnah (mandub)
3.       Puasa makruh
4.       Puasa haram
Beberapa penjelasan dari macam-macam puasa diatas, diantaranya :
1.      Puasa Wajib (Fardhu)
Puasa wajib atau fardhu artinya puasa yang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan mendapat dosa. Adapun macam-macam puasa wajib adalah :
a.      Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adlah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.[4]
Firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ  (البقرة:183)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 183).
Puasa ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriyah. Dalam puasa ramadhan niat untuk berpuasa harus dilaksanakan malam hari sebelum puasa. Sedang untuk puasa sunah boleh dilaksanakan siang hari saat puasa sebelum matahari condong ke barat (masuk waktu dhuhur) asal sejak terbit fajar belum makan atau minum sama sekali.
b.      Puasa Kifarat
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada saat berpuasa (pada siang hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang bersetubuh di siang hari bulan ramadhan yaitu :
a)      puasa dua bulan berturut-turut
b)      memerdekakan seorang budak muslim
c)      memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh) orang.
c.       Puasa Nadzar (kaulan)
Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.[5]
2.      Puasa Sunnah
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kerjakan tidak berdosa.[6] Ada beberapa  macam puasa sunah yang waktu pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a.      Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya
Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1.      Berpuasa tiga hari yaitu, tanggal  9,  10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam.
2.      Berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di  bulan Syura atau Muharam.
3.      Berpuasa satu hari yaitu,  tanggal 10 Syura atau Muharam.
Yang lebih utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan tersebut.
Bulan Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang siapa berpuasa As Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Rasulullah saw. bersabda ;                                     
صِيَامُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى قَبْلَهُ  (رواه مسلم)
Artinya :
“ Puasa pada hari As Syura menghapus ( dosa )  selama satu tahun yang lalu.” ( H.R. Muslim).
b.      Puasa hari arafah
Puasa sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 9 Dzuhijjah. Puasa sunah hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua) tahun,  yakni setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Rasulullah bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ . . . (رواه مسلم)
Artinya :
“ Puasa hari Arafah itu dihitung oleh Allah dapat menghapus ( dosa ) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.”   (HR Muslim ).
Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.
c.       Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.
Allah Swt pada setiap Senin dan kamis  mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni dosanya oleh Allah,  maka berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ فَأَحَبُّ اَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد والترمذى)
Artinya : “ Rasulullah saw. bersabda : Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku ditempatkan, maka aku berpuasa.”  (HR Ahmad dan Tirmidzi ).  
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ  (رواه الترمذى)
Artinya : “Dari Aisyah ra. Ia berkata: Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi)
d.      Puasa 6 hari di bulan syawal
Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.
Rasulullah saw. bersabda ;
عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ   ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ  (رواه مسلم)

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul  dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)

e.       Puasa Pada Pertengahan Bulan Qomariyah
Puasa pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Rasulullah saw. Bersabda :
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى)
Artinya :
“ Dari Abu Dzar: Barang siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah puasa selama satu tahun penuh.”( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadist Abu Dzar yang lain menjelaskan:
اِذَا صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ ثَةَ فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ   (اخرجه احمد والترمذى وابن حبان)
Artinya :
“Ketika kamu ingin puasa setiap bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. (H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)
f.       Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi orang yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.
Nabi SAW. bersabda :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
Artinya :
“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari (selang-seling)” (H.R. Bukhari).
g.      Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab. Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang disunnahkan. Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya Menyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah.
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan puasa di bulan Sya’ban  lebih banyak daripada di bulan lain adalah lebih baik. 
Rasulullah bersabda :
كاَنَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً  (أخرجه البخارى)
Artinya :
 Rasulullah pernah berpuasa penuh di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban tidak penuh (dengan tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)” (H.R. Bukhari)
3.      Puasa Makruh
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.
4.      Puasa Haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
a.       Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)
b.      Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
c.       Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan.
3.      Ketentuan Puasa
Ketentuan puasa berisi syarat, rukun, sunah-sunah dan hal-hal yang berkaitan dengan puasa yang akan dijelaskan sebagia berikut[7] :
a.      Syarat Puasa
Ada beberapa syarat yang harus di penhi dalam melaksanakan puasa,  syarat syarat tersebut terdiri dari syarat syarat wajib dan syarat syarat sah. Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan seseorang harus melakkan puasa,  sedangkan syarat sah adalah syarat syarat yang harus di penuhi oleh seseorang agar puasanya sah. [8]Berikut adalah penjelasan syarat wajib dan sah nya puasa :
1)      Syarat Wajib Puasa
a)      Islam
b)      Baligh dan berakal sehat
Tanda- tanda baligh:
·         Bermur 15 tahun bagi laki laki maupn perempuan
·         Pernah mimpi basah baik laki laki walaupun belum berumur 15 tahun
·         Bagi perempuan belum berumur 15 tahun tapi sudah haid
c)      Mampu (kuasa melakukanya)
d)     Menetap (mukim)

2)      Syarat Sah Puasa
a)      Islam
b)      Tamyiz yaitu anak anak yang mampu membedakan yang baik dan buruk(sekitar sudah berumur 17 tahun)
c)      Suci dari haid dan nifas
d)     Bukan pada hari hari yang diharamkan


b.      Fardlu Puasa
Pada waktu kita berpuasa ada 2 fardlu/rukun yang harus diperhatikan dengan benar yaitu:
1)      Niat,  yaitu menyengaja untk berpuasa tiap tiap malam dengan menyatakan akan melakukan puasa wajib
2)      Meningglkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai fajar hingga terbenam matahari.[9]

c.       Sunah Sunah  dalam Waktu Puasa
Ada beberapa pekerjaan yang disunatkan pada waktu berpuasa yaitu sebagai berikut:
1)      Makan sahur meskipun sedikit
2)      Mengakhirkan makan sahur selama belum terbit fajar (kita kita 10 menit setelah subuh)
3)      Menyegerakan berbuka puasa jika benar benar telahtiba waktunya
4)      Membaca Doa ketika berbuka puasa
5)      Berbuka dengan yang manis manis atau dengan kurma sebelum makan yang  lainnya,
6)      Memperbanyak amalan amalan bulam ramadan
7)      Memberi makan pada orang lain yang berbuka puasa
8)      Memperbanyak membaca alquran
9)      Meninggalkan perkataan yang tidak baik(kotor)[10]
d.      Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Hal hal yang membatalkan puasa antara lain adalah sebagai berikut :
1)      Makan minum sengaja
2)      Bersetubh atau melakkan hubungan suami istri pada siang hari
3)      Keluar darah haid/nifas
4)      Keluar mani yang sengaja
5)      Masuknya sesuatu lewat lubang(mulut, hidung, telinga, dubur, kubul)
6)      Menyengaja muntah
7)      Gila
8)      Murtad(keluar dari islam)[11]
B.       Mengapa Allah Mewajibkan Berpuasa

1.    Karena Puasa adalah perintah Agama

Ini adalah jawaban yang paling utama dan paling mutlak. Dalam segala bentuk ibadah, ketika ditanya mengapa, jawabnya “karena ini adalah perintah agama”. Seseorang tidaklah layak beragama islam sampai ia menyerahkan diri dan menerima sepenuhnya agama islam, karena arti dari islam sendiri itu adalah “ menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah ”. Sehingga segala bentuk perintah agama wajib diterima dan dilaksanakan termasuk diantaranya adalah puasa.

2.    Karena Puasa Adalah Rukun Islam

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu umar radhiallahu anhuma Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
بُنِيَاْلإِسْلَامُعَلَيخَمْسٍ: شَهَادَةِأَنْلآاِلهَاِلَّااللهُ٬وَأَنَّمُحَمَّدًارَسُوْلُاللهِ٬وَإِقَامِالصَّلَاةِ٬وَإِيْتَاءِالزَّكَاةِ٬وَصَوْمِرَمَضَانَ٬وَحَجِّالْبَيْتِ
“ (Islam dibangun diatas lima ( pondasi ) : Syahadat laa ilaaha illallah wa ashadu anna Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji ( bagi yang mampu ), dan berpuasa di bulan Ramadhan ) ” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16) [12]
Ibarat sebuah tenda kehilangan satu tiang, masihkah ia tegak menjulang. Inilah islam, yang tak akan tegak tanpa tiang – tiang nya, yang diantaranya adalah puasa.
3.    Karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa
Mengapa kita diwajibkan berpuasa, “ agar kalian kalian bisa bertakwa……”.
Allah sendirilah yang memberikan jawaban ini kepada kita. Allah ta’ala berfirman :
“wahai orang – orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas  umat  – umat sebelum kalian agar kalian bertakwa “ ( Al Baqarah : 183 ).
Dengan berpuasa terwujudlah hakekat takwa. Bagaimana  tidak, sedangkan orang yang berpuasa menjauhi segala hal yang dapat membatalkan puasanya karena taat kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya, dengan ini terwujudlah takwa. Karena ia menaati perintah Allah berupa puasa, dan menjauhi larangan Nya yang berupa pembatal – pembatal puasa.

4.      Karena Begitu Banyaknya Keutamaan Di Bulan Ramadhan

Mari kita merenung sejenak,“mengapa puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan ?” sebelum menjawab pertanyaan ini, timbul pertanyaan lain yang perlu kita jawab terlebih dahulu "apa saja keutamaan yang ada di bulan Ramadhan ?”, sedikit akan kami sebutkan beberapa keutamaan bulan Ramadhan yang diantaranya :
Ø  Al Qur’an Diturunkan Pada Bulan Ramadhan
Allah ta'ala berfiman :
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan  (permulaan ) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda  ( antara yang hak dan yang bathil )” ( Al Baqarah : 18).
Ø  Bulan Ramadhan Adalah Bulan Penuh Berkah, Rahmat, Dan Mustajabnya Doa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إذا دخل شهر رمضان فتحت أبواب الرحمة و غلقت أبواب جهنم و سلسلت الشياطي
“apabila telah masuk bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu – pintu rahmat, sedangkan pintu – pintu neraka jahannam ditutup, dan setanpun dibelenggu” ( diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan ini adalah lafadz Muslim)
Ø  Bulan Ramadhan Bulan Ibadah Dan Amal Kebaikan
Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila telah memasuki sepuluh malam terakhir, beliau mengencangkan sarungnya untuk beribadah dan beliau membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam hari dengan ibadah.

C.      Fungsi Dan Tujuan Puasa

Tujuan puasa adalah mencapai derajat takwa. Ini dikatakan dalam sebuah ayat Al-Quran yang memerintahkan orang yang beriman untuk berpuasa (Q.S Al-baqarah, 2: 183).
Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah… (Q.S Al-Baqarah, 2: 115).
Pengalaman akan kehadiran Allah inilah yang menggambarkan fenomena mengenai orang beriman, yang …apabila disebut nama Allah, tergetar hatinya dan bila ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, bertambah kuat keimanannya…(Q.Al-Anfal, 8: 2).
Orang beriman adalah orang-orang yang konsisten berpegang teguh pada agama. Mereka dijanjikan oleh Allah kebahagiaan hidup…mereka yang berkata “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap berpegang teguh (pada agama), mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih (Q.S Ahqaf, 46: 13). Al-Quran menyebut, inilah orang-orang yang menjadikan takwa–pengalaman akan kehadiran Yang Ilahi itu–dan keridaan Allah sebagai asas hidup mereka. Allah mengatakan, Manakah yang terbaik? Mereka yang mendirikan bangunannya atas dasar takwa dan keridlaan Allah, ataukah yang mendirikan bangunannya di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka… (Q.S At-taubah ,9: 109).
Dalam jangka panjang tujuan puasa adalah menjadikan takwa ini sebagai asas dan pandangan hidup yang benar. Ayat di atas menegaskan bahwa asas hidup yang selain takwa dan keridaan Allah itu adalah salah, diibaratkan dengan orang yang “mendirikan bangunan di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka”.
Tentang takwa ini, menarik melihat bahwa takwa adalah kesejajaran “iman” dan “tali hubungan dengan Allah”yang merupakan dimensi vertikal hidup yang benar. Karena itu pengertian takwa bersifat ruhaniah, yang masih harus diterjemahkan dalam segi-segi konsekuensial yang mengikutinya (misalnya dalam kaitan iman dan amal-saleh, yang disimbolkan dalam “takbirat al-ihram” dalam shalat yang bersegi keruhanian, dan “salâm” yang bersegi komitmen sosial).[13]
Dalam Al-Quran Al-Baqarah/2 ayat 2-4, digambarkan lima ciri dari orang yang bertakwa: yaitu (1) mereka yang beriman kepada yang gaib; (2) mendirikan shalat; (3) menafkahkan sebagian rezeki; (3) beriman kepada wahyu yang telah Allah sampaikan (Al-Quran) dan wahyu sebelum Al-Quran; dan (5) mereka yang yakin akan Hari Akhirat.
Kelima ciri takwa ini adalah an sich ciri dari orang yang beriman. Dari kelima unsur yang menjadi ciri ketakwaan itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib, mendapatkan peneguhan utama dalam ibadah puasa, karena puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal, private, tanpa kemung¬kinan bagi orang lain sepenuhnya melihat, mengetahui, apalagi menilainya. Seperti dikatakan dalam sebuah Hadis Qudsi, yang menuturkan firman Allah, “…Puasa adalah untuk-Ku semata, Akulah yang menanggung pahalanya”. Jadi, seperti juga takwa yang bersifat ruhani, puasa itu harus diawali atau berpangkal pada ketulusan niat yang juga private, sehingga dikatakan oleh Sakandari dalam kitab Al-Hikâm, bahwa amal perbuatan adalah bentuk lahiriah yang tampak mata, dan ruhnya ialah adanya rahasia keikhlasan (yang amat private) di dalamnya.
Kembali ke takwa, maka pangkal takwa adalah keimanan yang mendalam kepada Allah dan kesadaran tanpa ragu sama sekali akan kehadiran-Nya dalam hidup dan segala kegiatan manusia. Puasa sebagai ibadah yang sangat private merupakan latihan dan sekaligus peragaan kesadaran ketuhanan: peragaan akan pengalaman kehadiran Yang Ilahi. Inilah tujuan pokok puasa yang kemudian melimpah kepada nilai-nilai hidup yang menjadi konsekuensinya, yang menjadikan adanya hikmah kemanusiaan dari ibadah puasa ini, sebuah hikmah yang dilatih dengan “menahan diri”, makna literal dari shiyâm atau shaum atau puasa itu sendiri. Maka dengan menanggung derita sementara ini (dengan menahan diri secara jasmani, nafsani dan ruhani) ada proses penyucian yang akan memperkuat segi-segi kelemahan manusiawi (apalagi “manusia adalah pembuat kesalahan” erare humanum est, begitu kata pepatah Latin). Kelemahan manusiawi yang amat mencolok adalah kecenderungannya mengambil hal-hal jangka pendek, karena daya tariknya, dan lengah terhadap akibat buruk jangka panjang (lihat Q.S, 75: 20). Terhadap kelemahan manusiawi ini, Tafsir Yusuf Ali mengatakan, “Manusia suka tergesa-gesa dan segala yang serba tergesa-gesa. Dengan alasan ini ia menyandarkan imannya pada hal-hal yang fana, yang datang dan pergi, dan mengabaikan segala yang sifatnya lebih abadi, yang datangnya perlahan-lahan, yang tujuan sebenarnya baru akan terlihat sepenuhnya di akhirat kelak”.
Berikut beberapa manfaat puasa Ramadhan bagi kesehatan :
1.      Dengan kita menjalankan puasa dan khusunya puasa ramadhan ini akan mengistirahatkan organ pencernaan dan perut dari kelelahan kerja yang terus menerus dalam sehari-hari tanpa istirahat, mengeluarkan sisa makanan dari dalam tubuh, memperkuat badan.
2.      Dengan kita menjalankan puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi (kolesterol jahat), kegemukan dan juga penyakit hipertensi.
3.      Dengan kita berpuasa maka hal tersebut akan trut membersihkan tubuh dari racun dan kotoran (detoksifikasi). Puasa merupakan terapi detoksifikasi yang paling tua dalam sejarah peradaban manusia. Dengan puasa, berarti kita membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita sehingga hal ini akan menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang bersifat racun dari dalam tubuh.
4.      Dengan berpuasa juga akan mendorong peremajaan dan juga pergantian sel-sel tubuh yang rusak dengan yang baru. Sehingga sel-sel tubuh akan mengalami proses peremajaan yang lebih cepat daripada biasanya.
5.      Dalam keadaan kita berpuasa ternyata hal tersebut juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan saat puasa terjadi peningkatan limfosit hingga sepuluh kali lipat. Kendati keseluruhan sel darah putih tidak berubah ternyata sel T mengalani kenaikkan pesat. Dengan kenaikan yang cukup signifikan hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kekebalan tubuh kita.
6.      Tatkala kita sedang menjalankan ibadah puasa, maka keadaan psikologi kita akan lebih tenang daripada keadaan tidak sedang berpuasa. Keadaan jiwa yang tenang, tidak dipenuhi amarah maka hal tersebut akan dapat menurunkan kadar adrenalin dalam tubuh kita. Seperti kita ketahui bahwasannya Rasulullah juga melarang kita untuk marah, ternyata dalam kondisi marah akan terjadi peningkatan jumlah adrenalin sebesar 20-30 kali lipat. Adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke jantung dan jumlah denyut jantung. Adrenalin juga dapat menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah. Berbagai hal tersebut ternyata dapat meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah, penyakit jantung dan otak seperti stroke,dan juga penyakit jantung koroner, dan lainnya.

D.      Hikmah Puasa

Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani. Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:
  1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya. Itulah disiplin waktu namanya, kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
  2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah, dan amal-amal sunat.
  3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi.
  4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
  5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.
  6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
  7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa.
  8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
  9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.
  10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.[14]

E.       Makna Spiritual Puasa

Puasa mengandung banyak hikmah bagi yang melakukan sesuai dengan aturan. Dalam hal ini penulis akan mencoba mengupas persoalan puasa dari sisi hikmah puasa dalam kajian nilai spiritual. Nilai spiritual adalah nilai ketuhanan yang terkandung dalam ibadah sebagai jalan menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Rasa terima kasih yang dimaksud di sini bisa dikatakan sebagai suatu bentuk rasa syukur menusia kepada Tuhannya atas segala nikmat yang telah banyak diberikan dan tidak terhitung jumlahnya. Rasa terima kasih tersebut dibuktikan dengan cara melaksanakan puasa.[15]
Puasa yang dilakukan sekaligus sebagai ajang untuk dapat menjadikan manusia supaya lebih bertakwa, atau suatu cara berlatih untuk selalu dapat mengerjakan segala apa yang diperintahkan-Nya dan mampu menjauhi segala larangan-Nya dengan jalan melaksanakan puasa sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah dan bukan aturan yang ditetapkan manusia.
Hal-hal yang terkait dengan segala aturan pada saat manusia melaksanakan puasa, seperti diperbudak oleh makanan dan minuman, hubungan seks dan segala perbuatan yang bersifat keji (mencuri, berdusta, menfitnah dan sebagainya), harus dapat dijauhi dalam rangka memperoleh suatu kenikmatan yang lebih dari hal itu. Yaitu kehidupan mulia dan baik di mata manusia lebih-lebih di mata Allah swt. Dalam nilai spiritual puasa pun menepis sifat kebinatangan yang ada pada manusia, yaitu sifat yang hanya bergairah kepada makan dan minum serta semisalnya. Hal itu sebagai bentuk bagaimana Allah yang maha bijaksana mengajarkan bagaimana cara mengemban amanat, tidak meninggalkan dan tidak melampui batas.
Hal lain, puasa bisa menjadi sebuah cara yang bagus untuk dapat melatih manusia terutama yang beriman untuk dapat menahan diri dari yang hanya memperturutkan nafsu belaka padahal hal itu tidak jauh berbeda seperti yang dimiliki binatang. Untuk itu Allah memerintahkan manusia khususnya yang beriman untuk mau melaksanakan puasa dalam rangka menjaga manusia dari segala perbuatan keji yang hanya berbau sifat binatang tadi. Sehingga nantinya akan menjadi suatu alat yang mudah untuk mengangkat derajat manusia untuk selalu di atas dibanding dengan makhluk-makhluk yang lain, disebabkan manusia tersebut telah memiliki jiwa yang baik.
Kejiwaan yang baik akan berpengaruh pada pelaksanaan ibadah, di mana manusia tesebut akan lebih mudah ke arah kebaikan (sifat Malakut) daripada ke arah kejelekan (sifat ke-binatang-an), disebabkan kebiasaan latihan kejiwaan pada saat berpuasa. Dalam puasa, latihan kejiwaan dilakukan dengan cara, yaitu ketika pada dini hari saat makan sahur, bagi keumuman merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin bukan makan sahurnya yang berat tetapi bangun pada saat sedang nyenyak-nyenyaknya terlelap dalam buaian mimpi dan itulah menurut orang-orang yang dirasakan berat.
Waktu siang manusia yang berpuasa tetap bisa bekerja meskipun dengan sedikit rasa lapar dan dahaga. Sebab hal itu dilakukan semata-mata karena rasa ingin mendekatkan Allah swt. Pendek kata, nilai spiritual orang yang berpuasa menjadikan hubungan manusia dengan Allah terasa lebih akrab, hal itu menjadi bukti betapa benarnya kata-kata Allah bahwa Ia lebih dekat dengan kita daripada urat leher kita.
Nilai spiritual faktual lain, ketika kehidupan zaman sekarang yang cenderung membuat silau dan banyak dikuasai oleh materialisme (keduniaan) dari pada yang bersifat keakhiratan. Maka dengan jalan berpuasa diharapkan orang akan lebih bisa menghadapi kesenangan-kesenangan yang hanya akan membawa menuju kemaksiatan. Dan akan lebih mudah memelihara, menjaga, lebih-lebih bisa memagari dirinya dari segala godaan keduniawian yang menyesatkan.

F.       Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter

Berbicara tentang puasa Ramadan tidak bisa lepas dari istilah ‘menahan’ karena puasa sendiri berasal dari kata imsak yang artinya menahan. Puasa merupakan salah satu dari lima rukun Islam, yang mana puasa adalah rukun Islam ke empat.  Sedangkan makna karakter adalah tingkah laku dan pola fikir yang terjadi secara alami, apa adanya, tanpa dibuat-buat, terjadi secara reflek, dan bukan merupakan sandiwara. Lalu kenapa puasa bisa membentuk karakter? karakter adalah perilaku alami yang berasal dari perfleksian jiwa (bawah sadar) dan karakter merupakan hasil dari budaya, sedangkan budaya sendiri terlahir salah satunya karena adanya tingkah laku ‘pembiasaan’. Sudah menjadi pengetahan umum bahwa pada setiap bulan Ramadan terjadi pergeseran pembiasaan. Pergeseran ini terjadi karena di dalam bulan puasa ada amalan-amalan ibadah tertentu yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dilaksanakan pada bulan puasa tersebut. Ibadah puasa khususnya di Indonesia telah membentuk budaya baru masyarakat.[16]
Sehingga tidaklah salah apabila bulan Ramadan disebut sebagai bulan pelatihan (training) bagi umat Islam, dengan kata lain bulan Ramadan adalah Madrasah (sekolah) untuk pembentukan karakter manusia. Pernyataan ini bukanlah omong kosong belaka, namun dapat diuji dan diteliti kebenarannya. Puasa secara total dan benar (tidak hanya menahan lapar dan dahaga saja) bisa mengkikis ‘karakter’ hewani yang ada pada diri manusia. Lantas apakah pembiasaan positif yang dilakukan pada bulan puasa bisa melahirkan karakter manusia yang terpuji? Jawabannya tentu bisa, asal pembiasaan tersebut dilakukan secara konsisten (istiqomah) dan dengan cara menilai datangnya bulan puasa bukanlah sebuah hal yang tak bermakna sama sekali sehingga dilalui begitu saja tanpa adapencarian makna, pedalaman, dan tindak lanjut setelahnya.[17]
Seperti Madrasah pada umumnya, pada Madrasah Ramadan ini juga memiliki Kurikululum (muatan pelajaran/pesan kebaikan) yang tersirat dalam bentuk tata cara berpuasa, serta berisi anjuran-anjuran, larangan-larangan, dan perintah-perintah yang berasal dari Allah kepada manusia baik sebelum, ketika bulan puasa datang, dan sesudahnya. Diantara ‘kurikulum; yang bermuatan karakter mulia (positif) pada Madrasah Ramadan adalah bisa melahirkan manusia yang mampu dan terbiasa dalam :
1.      Berhati-hati, Teliti, dan Waspada
Berhati-hati terhadap sesuatu hal yang bisa membatalkan puasa atau mengurangi pahala puasa. Sehingga tidak menjadi manusia yang ceroboh, reaksioner, dan mudah terprovokasi.
2.      Muhasabah (Evaluasi Diri)
Salah satu anjuran dalam bulan puasa adalah melakukan iktikaf di Masjid. Iktikaf  tidak hanya berisi zikir dan doa, namun juga berisi muhasabah (sadar diri dan sadar potensi), dan juga bisa berisi renungan-renungan lain, semisal  renungan untuk masa depan.
3.      Rela Berkorban
Pengorbanan yang tidak menyakiti diri atau menyebabkan tidak baik bagi diri sendiri, namun untuk memperoleh ganti dari Allah SWT. Dalam puasa umat Islam dilatih tidak hanya mengorbankan diri dalam bentuk menahan makanan dan minuman yang lezat pada siang hari, namun juga mengorbankan waktu dan tenaga untuk iktikaf serta membaca (mengkaji) al Quran. Selain itu pengorbanan harta untuk diberikan pada para dhuafa, dan guna memfasilitasi orang lain untuk berbuka puasa.

4.      Mampu Memanajemen Diri
Anjuran untuk berbuka di awal waktu dan sahur di akhir waktu merupakan pembelajaran disiplin waktu. Seakan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi aktivitas sudah tercatat dalam fikiran setiap pribadi yang berpuasa, kegiatan apa saja yang akan dilakukan tiap jamnya sudah tertanam. Termasuk di dalamnya adalah juga mengendalikan diri (emosi) serta mengatur (menseting) otak untuk melakukan hal-hal yang dianjurkan pada bulan puasa. Sehingga bisa menciptakan etos kerja tinggi karena semua waktu, tenaga, dan fikiran sudah direncanakan sejak awal agar tercapainya prinsip efektif dan efisien.
5.      Berbuat Jujur
Ibadah puasa merupakan ibadah individu yang hanya pelaku dan Allah-lah yang tahu apakah ia benar-benar puasa atau tidak. Jadi puasa adalah pendidikan bagi manusia untuk berbuat jujur (tidak munafiq) pada diri sendiri, orang lain, dan jujur pada Tuhannya.
6.      Bertaqwa
Taqwa merupakan salah satu hasil yang diharapkan dari orang yang berpuasa, taqwa dapat diartikan takut pada Allah, karena Allah adalah dari segala sesuatu yang hanya wajib ditakuti sehingga dengan takut itu manusia akan taat pada Allah. Salah satu ciri orang bertaqwa adalah menepati janji, sabar, menjalin siraturrahim (persaudaraan), bersyukur, menjaga diri, kepedulian sosial, mengendalikan diri (menahan amarah), pemaaf, berbuat kebaikan, bertaubat, ikhlas, tawadu', penyayang, tanggung jawab, dan berperilaku adil.
7.      Gaya Hidup Sederhana
Hidup sederhana bukan berarti tidak boleh menjadi orang kaya. Dengan hidup sederhana manusia tidak akan terjebak pada pola hidup materialistik, konsomerisme, dan cinta dunia secara berlebih.
8.      Sikap Optimis
Sebelum bulan puasa datang umat Islam dianjurkan untuk menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan harapan. Bukan dengan kesedihan dan menganggap datangnya bulan puasa sebagai beban atau ancaman (masalah). Bulan Ramadan datang setiap tahunnya adalah sebagai solusi (sumbangan keteguhan jiwa) bagi manusia yang menjalankannya. Datangnya bulan puasa bukan merupakan sebuah masalah atau pil pahit (racun yang harus dihadapi). Seharusnya puasa Ramadan menjadi tantangan bagi setiap orang. Sehingga kita harus menyambut gembira tantangan berpuasa Ramadan tersebut. Dan tentu juga harus dikejawantahkan dalam bentuk gembira menghadapi tantangan-tantangan dalam hidup ini.
9.      Tahan Uji (Cobaan)
Salah satu cobaan bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa adalah ketika ada orang lain yang meprovokasi, menyinggung perasaan, dan ada godaan-godaan lain yang tidak sengaja untuk menggoda orang berpuasa, misalnya ada acara iklan makanan dan minumanan, serta ketika kita melihat orang yang makan atau minum di tempat umum.
10.  Meneguhkan dalam Bersikap
Tegas dalam mengambil keputusan (konsisten, tidak plin-plan), siap menghadapi resiko, serta berkomitmen menjalani keputusan yang telah menjadi pilihan, yaitu memilih untuk tidak makan dan minum sehingga resiko yang harus dihadapi adalah rasa lapar. Sebenarnya masih banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang terkandung secara tersirat dari bulan puasa serta manfaat bagi pembentukan karakter ketika menjalani ibadah puasa. Semua manfaat yang terdaftar di atas tersebut lama kelamaan akan membentuk karakter, baik karakter pribadi maupun karakter masyarakat jika perilaku-perilaku baik dalam berpuasa tersebut sudah mendarah daging.

 

 














BAB III

ANALISIS


Puasa adalah salah satu kewajiban bagi setiap musim karena puasa merupakan rukun islam yang ke tiga (syahadad, sholat, puasa, zakat dan haji) perintah yang tertuang dalam firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 183. Bulan suci bulan dimana pintu surga dibuka seluas luasnya dan pintu neraka ditutup rapat. tiap tahun bulan ramadhan ini disambut dengan suka cita oleh umat muslim pada kebanyakannya. akan tetapi tidak sedikit orang muslim yang belum mengerti cara berpuasa dengan baik dan benar. sehingga yang mereka maksud berpuasa disini hanya untuk menahan lapar dan haus saja.sesuai perintah dari kitab suci, puasa dapat menolong menanam sikap baik dan semua itu diharapkan berlanjt kebulan bulan berikutnya.
Di indonesia khususnya umat mslim menjalankan pasa yang diwajibkan yaitu puasa ramadhan,  akan tetapi kurangnya pengetahan tentang puasa mengakibatkkan orang tersebut menjalankan puasa tanpa memperoleh pahala (sia sia). Melainkan hanya pemperoleh rasa lapar dan dahaga. Ada juga orang yang puasa hanya namun hanya melakukannya di awal puasa dan diakhir bulan puasa( penutupan)tidak sebulan penuh,  walaupunorang tersebut tanpa memiliki udhur, ada jga berbagai alasan seseorang tidak melakukan puasa misalkan dengan alasan sakit mag, lambung ata yang lainnya.sekedar pengetahuan saja bahwa puasa it selain mendapatkan pahala yang luar biasa juga menjadikan tubuh sehat karenadengan puasa dapat menvegah penyakit yang timbul akibat pola makan berlebihan, makanan yangb berlebihan belum tentu baik untuk kesehatan,  dengan melaksanakan puasa dapat memberi kesempatan bagi alat pencernaan untuk istirahat,  membebaskan dari kotoran dan racun dalam tubuh.akan tetapi masih banyak masyarakat yang menganggap puasa it menjadi pengaruh besar dalam kesehatan merekan. Untuk itu perlu diterapkan pengajaran yang lebih mendalam dalam hal berpuasa.

 





BAB IV

KESIMPULAN


Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah.
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.









DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam. 1986. Ihya’ Ulumuddin Jilid II Terj. Ismail Yakub, MA.SH. Medan: Faizan.
Basri, Helmi. 2010. Fiqih Ibadah. Pekanbaru : Suska Press
Jawad Mughnoyah, Muhammad. 2001. Fiqih Lima Mazhab Cetakan VII. Jakarta: PT Lentera Basritama
Latif, Djamil. 2001. Puasa dan Ibadah Bulan Puasa. Jakarta : Ghalia Indonesia
Majid, Nurcholis. 2003. Rukun Islam. Surabaya: Pustaka Visi Global
Rasjid, H. Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Rasyid Ridha, Muhammad. 1994. Tafsir “Al-Manar”. Surabaya: Pustaka Visi Global
Ridwan, Hasan. 2009. Fiqih Ibadah. Bandung : Pustaka Setia
Rifa’i , Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra
Rusyd, Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtalid. Jakarta: Pustaka Amani
Sabiq, Sayyid. 1993. Fikih Sunnah. Bandung : PT Al-Ma’arif
Siti Nurjannah, Hanis. Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter. diakses dari hanissitinurjannah.blogspot.com/2015/02/Puasa-dan-Pembentukan-Insan-Berkarakter.html, diakses pada 23/03/2017 pukul 6:52
Sumaji, Ania dan Zuhdi, Najmuddin. 2008. Masalah Puasa. Solo: PT Tiga Serangkai[1] Amir Syarifuddin. 2003. Garis-Garis Besar Fiqih. Bandung: Kencana









[1] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2012), hlm. 220
[2] Muhammad Rasyid Ridha, tafsir “Al-Manar”, (Surabaya: Pustaka Visi Global, 1994), hlm 82
[3] Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Jilid II, TerJ. Ismail Yakub, MA.SH, (Medan: Faizan, 1986), hlm. 18
[4] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtalid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 634-635
[5] Muhammad  Jawad Mughnoyah, Fiqih Lima Mazhab Cetakan VII, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2001), hlm. 167
[6] Hasan Ridwan, Fiqih Ibadah, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm.235
[7] Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru : Suska Press, 2010) hlm.106
[8] Drs. H. Moh. Rifa’i, op.cit., hlm 327-328
[9] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah , (Bandung : PT, Al-Ma’arif, 1993), hlm. 174
[10] H. Sulaiman Rasjid, op.cit., hlm. 238-240
[11] Drs. H.Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978), hlm. 325-326
[12] H.M. Djamil Latif, S.H, Puasa dan Ibadah Bulan Puasa, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001) hlm.22
[13] Ali Al-Shobuny, Rowai’ul Bayan Tafsir Ayatul Ahka, (Jakarta: Draul Kutubul Islamiyah, 2001), hlm 84
[14] M. Anis Sumaji dan M. Najmuddin Zuhdi, Masalah Puasa, (Solo: PT Tiga Serangkai, 2008) h1m. 25
[15] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Bandung: Kencana, 2003), hlm.142
[16] Nurcholis Majid, Rukun Islam, (Surabaya: Pustaka Visi Global, 2003), hlm. 53
[17] Hanis Siti Nurjannah, Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter, diakses dari hanissitinurjannah.blogspot.com/2015/02/Puasa-dan-Pembentukan-Insan-Berkarakter.html, diakses pada 23/03/2017 pukul 6:52

Komentar

  1. Mampir jg kak di http://cengcen.blogspot.com/2018/06/makalah-puasa-hukum-syarat-rukun.html

    Referensi dari kitab taqrirotul sa'didah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

YUSUF PRATAMA