MAKALAH IBADAH PUASA
MAKALAH AIK II
“Ibadah Puasa”
Dosen Pengampu :
Fathurrohman, M.S.I
Cahaya Khaeroni, M.Pd.I
Di
Susun Oleh :
1.
Nawal
Sartika Sari (16310050)
2.
Nikmatul
Nurjanannah (16310014)
3.
Yeni
Yunita Sari (16310025)
4.
Yusuf
Pratama (16310026)
PRODI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji
dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan penuh kemudahan. Makalah ini
disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Ibadah Puasa” yang penulis
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyahan di Universitas Muhammadiyah Metro.
Dalam
penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada
dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.
Wassalamu’alaikum
wr.wb
Metro,
5 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL ........................................................................................ i
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar
Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan ................................................................... 2
D. Metode
Penulisan ....................................................................................... 2
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
A. Hakekat
Puasa ............................................................................................ 3
B. Mengapa
Allah Mewajibkan Puasa ............................................................. 17
C. Tujuan
dan Fungsi Puasa ............................................................................ 18
D. Hikmah
Puasa ............................................................................................. 21
E. Makna
Spiritual Puasa ................................................................................ 22
F. Puasa
dan Pembentukan Insan Berkarakter ................................................ 24
BAB
III ANALISIS ............................................................................................. 28
BAB
IV KESIMPULAN ..................................................................................... 29
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh
umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu bagi orang
yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai
takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan
pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus
untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai
benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan
puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga
manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala
sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang
diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih
lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak
hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa
yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi
ganjaran yang besar oleh allah.
Puasa
mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam
hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya
mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak
langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa
mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa Hakekat Puasa?
2. Mengapa Allah mewajibkan puasa?
3. Apakah Tujuan dan fungsi puasa?
4. Apakah Hikmah puasa?
5. Apakah Makna spiritual puasa?
6. Bagaimana Puasa dan pembentukan
insan berkarakter?
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
penulisan
a. Menjelaskan
pengertian puasa
b. Menjelaskan
hakekat puasa
c. Menjelaskan
mengapa allah mewajibkan puasa
d. Menjelaskan tujuan
dan fungsi dari puasa
e. Menjelaskan
hikmah puasa
f. Menjelaskan
makna apa saja yang di dapat dari spiritual puasa
g. Menjelaskan
puasa dapat membentukan insan berkarakter
2.
Manfaat
Penulisan
Makalah ini disusun
untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam dalam menjalankan ibadah khususnya
ibadah puasa dan supaya pengetahuan kita tentang ibadah puasa dapat bertambah.
D. Metode Penulisan
Untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan metode mencari
bahan-bahan dari sumber-sumber dari buku dan internet
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Hakekat Shaum (puasa)
Shaum menurut
bahasa yaitu al imsak (menahan diri) dari sesuatu, adapun pengertian
menurut syari' yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang
membatalkan puasa seperti makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar
sampai dengan terbenam matahari.[1] Namun,
secara implisit dalam puasa terdapat dua nilai yang menjadi parameter antara
sah atau tidaknya puasa seseorang.
Pertama,
Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari
segi menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini, seseorang telah
dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan
seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Padahal Rasulullah
SAW telah memberikan peringatan terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya
yang berbunyi :
"Banyak orang yang puasa mereka
tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja". H.R.
bukhari. Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi
puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan
dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti.
Kedua,
Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau tidaknya puasa seseorang
ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia
bertakwa (laa'lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183
Kemudian
menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak apabila orang tesebut dapat
mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT. Maka dari itu,
hakekat puasa dalam pandangan Rasyid Ridha adalah sebagaimana berikut ini[2] :
a. Tarbiyat aliradat (pendidikan keinginan)
Keinginan atau kemauan merupakan
fitrah manusia. Tapi acapkali kemauan atau keinginan yang dimiliki manusia
tidak selamanya baik dan tidak pula selamanya buruk. Karena itu puasa dapat
mendidik atau membimbing kemauan manusia baik yang positif maupun yang negatif.
Dengan puasa, kemauan positif akan terus termotifasi untuk labih berkembang dan
meningkat. Adapun kemauan negatif, puasa akan membimbing dan mengarahkan agar
kemauan tersebut tidak terlaksana.
Adapun yang menyebabkan kamauan
seseoarang ada yang positif dan yang negatif, sesuai yang diungkapkan oleh Imam
Al-Gazali bahwa di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat sebagaimana berikut
ini:
1) Sifat
Rububiyah, yaitu sifat yang mendorong untuk selalu berbuat baik.
2) Sifat
Syaithoniyah, inilah sifat yang mendorong seseorang untuk berbuat kesalahan dan
kejahatan.
3) Sifat
Bahimiyah (kehewanan), sesuai dengan istilah yang diberikan pada manusia
sebagai mahluk biologis.
4) Sifat
Subuiyah, yaitu sifat kejam dan kezaliman yang terdapat dalam diri manusia.
b. Thariqat almalaikat
Malaikat
merupakan makhluk suci, yang selalu taat dan patuh terhadap segala perintah
Allah. Begitupun orang yang puasa ketaatannya merupakan suatu bukti bahwa
jiwanya tidak dikuasai oleh hawa nafsunya. Juga, orang puasa akan mengalami
iklim kesucian laksana seorang bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari
setiap dosa dan kesalahan. Inilah janji Allah yang akan diberikan untuk orang
yang berpuasa dan melaksanakan setiap amalan ibadah pada bulan ramadhan.
c. Tarbiyat alilahiyyat (pendidikan ketuhanan)
Puasa merupakan sistem pendidikan
Allah SWT dalam rangka mendidik atau membimbing manusia. Sistem pendidikan ini
mengandung dua fungsi yaitu:
1) Sebagai
sistem yang pasti untuk mendidik manusia supaya menjadi hamba tuhan yang taat
dan patuh.
2) Sebagai
suatu sistem yang dapat mendidik sifat rubbubiyyah (ketuhanan) manusia untuk
dapat berbuat adil, sabar, pemaaf dan perbuatan baik lainnya.
d. Tazkiyat annafsi (penyucian jiwa)
Hakekat
puasa yang keempat ini diungkapkan oleh Ibnu Qayim al Jauzi. Puasa dapat
menjadi sarana untuk membersihkan berbagai sifat buruk yang terdapat dalam jiwa
manusia. Adakalanya jiwa manusia akan kotor bahkan sampai berkarat terbungkus
oleh noda dan sikap keburukan yang terdapat didalamnya. Maka wajar kalau puasa
dapat menjadi penyuci jiwa.
1. Tingkatan Puasa
a. Puasa Umum
أَمَّا صَوْمُ الْعُمُومِ: فَهُوَ كَفُّ الْبَطْنِ وَالْفَرْجِ
عَنْ قَضَاءِ الشَّهْوَةِ
“Puasa umum adalah menahan
petur dan kemaluan dari menunaikan syahwat.”
Maksudnya, puasa umum atau puasa orang-orang awam adalah
“sekedar” mengerjakan puasa menurut tata cara yang diatur dalam hukum fiqih.
Seseorang makan sahur dan berniat untuk puasa pada hari itu, lalu menahan diri
dari makan, minum dan melakukan hubungan badan dengan suami atau istrinya sejak
dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Jika hal itu telah
dikerjakan, maka secara hukum fiqih ia telah mengerjakan kewajiban shaum
Ramadhan. Puasanya telah sah secara lahiriah menurut tinjauan ilmu fikih.[3]
b. Puasa Khusus (Khawas)
وَأَمَّا
صَوْمُ الْخُصُوصِ فَهُوَ كَفُّ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَاللِّسَانِ وَالْيَدِ
وَالرِّجْلِ وَسَائِرِ الْجَوَارِحِ عَنِ الْآثَامِ
“Puasa khusus
adalah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan seluruh
anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa.”
Tingkatan ini lebih tinggi dari
tingkatan puasa umum atau puasa orang-orang awam. Selain menahan diri dari
makan, minum dan melakukan hubungan seksual, tingkatan ini menuntut orang yang
berpuasa untuk menahan seluruh anggota badannya dari dosa-dosa, baik berupa
ucapan maupun perbuatan. Tingkatan ini menuntut seorang muslim untuk senantiasa
berhati-hati dan waspada.
Misalnya ia
akan menahan matanya dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Ia akan menahan telinganya dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan lisannya dari mengucapkan hal-hal
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan tangannya dari
melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan
kakinya dari melangkah menuju hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan seluruh anggota badannya yang lain ia jaga agar tidak terjatuh dalam
tindakan maksiat. Tingkatan puasa ini adalah tingkatan orang-orang shalih.
c. Puasa Sangat Khusus (Khawasul Khawas)
وَأَمَّا صَوْمُ خُصُوصِ الْخُصُوصِ:
فَصَوْمُ الْقَلْبِ عَنِ الْهِمَمِ الدَّنِيَّةِ وَالْأَفْكَارِ الدُّنْيَوِيَّةِ
وَكَفُّهُ عَمَّا سِوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالْكُلِّيَّةِ.
“Puasa sangat
khusus adalah berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang rendah dan
pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain Allah
secara totalitas.”
Tingkatan ini adalah tingkatan
yang paling tinggi, sehingga paling berat dan paling sulit dicapai. Selain
menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual, serta menahan seluruh
anggota badan dari perbuatan maksiat, tingkatan ini menuntut hati dan pikiran
orang yang berpuasa untuk selalu fokus, memikirkan hal-hal yang mulia,
mengharapkan hal-hal yang mulia dan memurnikan semua tujuan untuk Allah semata.
Puasanya hati dan pikiran, itulah
hakekat dari puasa sangat khusus. Puasanya hati dan pikiran dianggap batal
ketika ia memikirkan hal-hal selain Allah, hari akhirat dan berfikir tentang
(keinginan-keinginan) dunia, kecuali perkara dunia yang membantu urusan
akhirat. Inilah puasa para nabi, shiddiqin dan muqarrabin.
Agar puasa kita tidak sekedar menahan
diri dari makan, minum, hubungan seksual dan pembatal-pembatal puasa yang
bersifat lahiriah lainnya, imam Al-Ghazali menguraikan bahwa kita harus menjaga
anggota badan kita dari dosa-dosa.
Yaitu sebagai berikut :
1) Menjaga pandangan mata
Yaitu menundukkan pandangan mata dari
hal-hal yang diharamkan Allah dan rasul-Nya, menahan pandangan mata dari
terlalu bebas memandang hal-hal yang dicela dan dibenci, bahkan menahan
pandangan mata dari hal-hal yang menyibukkan hati dan melalaikan dari dzikir
kepada Allah Ta’ala.
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ
أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada
orang-orang mukmin laki-laki agar hendaknya mereka menundukkan pandangan mata
mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal yang demikian itu lebih suci bagi
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengerti apa yang mereka kerjakan. Dan
katakanlah kepada orang-orang mukmin wanita agar hendaknya mereka menundukkan
pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…”
(QS. An-Nur [24]: 30-31)
2) Menjaga lisan
Yaitu menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, ucapan yang jorok,
perkataan dusta, ghibah (menggunjing), namimah (adu domba),
sumpah palsu, ucapan yang kasar, adu mulut dan debat kusir. Ia hendaknya
menyibukkan lisan dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, berdzikir, mengucapkan
perkataan yang baik dan lebih baik diam dari hal-hal yang tidak bermanfaat.
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ
امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Puasa adalah perisai (dari
perbuatan dosa dan siksa api neraka, edt). Maka jika salah seorang di antara
kalian sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan perkataan yang keji dan jangan
pula melakukan tindakan yang bodoh. Jika ada seseorang yang mencaci maki
dirinya atau mengajaknya berkelahi, hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang berpuasa,
aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari no. 1894
dan Muslim no. 1151)
3) Menjaga Pendengaran
Yaitu menjaga telinga dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan,
sebab hal-hal yang haram diucapkan juga haram untuk didengarkan. Allah Ta’ala
telah menyamakan antara mendengarkan perkataan yang haram dengan memakan harta
yang haram, dalam firman-Nya:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka sangat
banyak mendengarkan perkataan dusta dan sangat banyak memakan harta haram.” (QS. Al-Maidah [5]: 42)
4) Menjaga tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari hal-hal yang diharamkan
Tangan hendaknya dijaga dari menyentuh dan memegang hal-hal yang
diharamkan Allah Ta’ala, atau dari melakukan tindakan yang diharamkan Allah
Ta’ala seperti memukul, mencuri, dan merampas hak orang lain tanpa hak. Kaki
hendaknya dijaga dari melangkah menuju kemaksiatan, atau melakukan kezaliman
kepada orang lain tanpa hak. Seluruh anggota badan lainnya dijaga dari
melakukan kemaksiatan dan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Perutnya dijaga dari mengonsumsi
makanan yang haram dan makanan yang mengandung syubhat saat berbuka puasa dan
makan sahur. Sebab apalah nilainya ia menahan diri dari makanan dan minuman
yang halal sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, jika ia mengakhiri itu
semua dengan makanan yang haram saat berbuka puasa. Orang yang berpuasa
seperti itu adalah bagaikan orang yang membangun sebuah istana dengan
menghancurkan sebuah negeri.
5) Menjaga diri untuk tidak memenuhi perutnya dengan makanan saat berbuka puasa.
Tujuan dari puasa adalah melemahkan
hawa nafsu. Jika sejak terbit fajar sampai terbenam matahari hawa nafsu
dilemahkan dengan mengosongkan perut, maka menyantap banyak makanan saat
berbuka puasa hanya akan membangkitkan hawa nafsu yang terkekang di siang hari.
Puasa hanya berfungsi sebagai pemindah hawa nafsu dari siang hari ke malam
hari. Apalagi bila ditambah dengan mengumpulkan berbagai makanan dan minuman
yang lezat. Hikmah-hikmah puasa, misalnya solidaritas terhadap kaum miskin,
tidak akan teraih dengan cara seperti itu.
6) Setelah berbuka puasa
hendaknya hatinya diliputi perasaan harap-harap cemas, berharap puasanya
diterima Allah Ta’ala dan takut jika puasanya tidak diterima Allah Ta’ala. Ia
berada di antara perasaan harap dan cemas, sebab ia tidak mengetahui apakah
puasanya diterima Allah atau ditolak-Nya.
Semoga kita tidak termasuk dalam
golongan yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ
وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
“Betapa banyak orang berpuasa namun balasan dari puasanya hanyalah
lapar dan dahaga semata. Dan betapa banyak orang melakukan shalat malam
(tarawih dan witir) namun balasannya dari shalatnya hanyalah begadang menahan
kantuk semata.” (HR.
Ahmad no. 8856, Abu Ya’la no. 6551, Ad-Darimi no. 2720, Ibnu Hibban no. 3481
dan Al-Hakim no. 1571. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanadnya kuat)
2. Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya
puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1.
Puasa
wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2. Puasa sunnah (mandub)
3. Puasa makruh
4.
Puasa
haram
Beberapa
penjelasan dari macam-macam puasa diatas, diantaranya :
1. Puasa
Wajib (Fardhu)
Puasa wajib atau fardhu
artinya puasa yang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan mendapat
dosa. Adapun macam-macam puasa wajib
adalah :
a. Puasa
Ramadhan
Puasa Ramadhan adlah puasa yang
dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib
bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.[4]
Firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ (البقرة:183)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 183).
Puasa
ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriyah. Dalam
puasa ramadhan niat untuk berpuasa harus dilaksanakan malam hari sebelum puasa.
Sedang untuk puasa sunah boleh dilaksanakan siang hari saat puasa sebelum
matahari condong ke barat (masuk waktu dhuhur) asal sejak terbit fajar belum
makan atau minum sama sekali.
b. Puasa
Kifarat
Puasa kifarat yaitu
puasa sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada saat berpuasa (pada
siang hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang bersetubuh di
siang hari bulan ramadhan yaitu :
a)
puasa
dua bulan berturut-turut
b)
memerdekakan seorang budak muslim
c)
memberi
makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh) orang.
c. Puasa
Nadzar (kaulan)
Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk
berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika
saya mendapat rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika
keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya)
harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan
nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak
tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul
temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.[5]
2. Puasa
Sunnah
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan
mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kerjakan tidak
berdosa.[6] Ada beberapa macam puasa sunah yang waktu
pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a.
Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya
Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu
:
1.
Berpuasa tiga hari yaitu, tanggal
9, 10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam.
2.
Berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10
di bulan Syura atau Muharam.
3.
Berpuasa satu hari yaitu, tanggal 10
Syura atau Muharam.
Yang lebih utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan
tersebut.
Bulan
Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang
siapa berpuasa As Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Rasulullah saw.
bersabda ;
صِيَامُ
يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى
قَبْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya :
“
Puasa pada hari As Syura menghapus ( dosa ) selama satu tahun yang lalu.” ( H.R. Muslim).
b.
Puasa hari arafah
Puasa
sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal
9 Dzuhijjah. Puasa sunah hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua)
tahun, yakni setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Rasulullah bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ . . . (رواه
مسلم)
Artinya :
“ Puasa hari Arafah itu dihitung oleh Allah dapat menghapus (
dosa ) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.” (HR Muslim ).
Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang
sedang melaksanakan ibadah haji.
c.
Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap
minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh.
Hal demikian tak ada keraguan lagi.
Allah Swt pada setiap Senin dan
kamis mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni dosanya
oleh Allah, maka berpuasalah.
Rasulullah
saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ
فَأَحَبُّ اَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد والترمذى)
Artinya : “ Rasulullah saw. bersabda :
Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku
ditempatkan, maka aku berpuasa.” (HR
Ahmad dan Tirmidzi ).
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi
SAW. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ
اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ (رواه الترمذى)
Artinya : “Dari Aisyah ra. Ia berkata:
Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi)
d.
Puasa 6 hari di bulan syawal
Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari
di bulan Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh
secara berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.
Rasulullah saw. bersabda ;
عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ
كَصِيَامُ الدَّ هْرِ (رواه مسلم)
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu
Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa
berpuasa Ramadhan, lalu disusul dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan
Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)
e. Puasa Pada Pertengahan Bulan Qomariyah
Puasa
pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Rasulullah saw. Bersabda :
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ
ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد
والترمذى)
Artinya :
“ Dari Abu Dzar: Barang siapa puasa
tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah puasa selama satu tahun penuh.”( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadist Abu Dzar yang lain menjelaskan:
اِذَا صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ
ثَةَ فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ
(اخرجه احمد والترمذى وابن حبان)
Artinya :
“Ketika kamu ingin puasa
setiap bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap
bulannya. (H.R.
Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)
f.
Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi orang yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak
berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam
puasa sunnah yang lebih utama.
Nabi SAW. bersabda :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ,
وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ
يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ
يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
Artinya :
“Rasulullah
SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah
adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah
adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga
malam, kemudian tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu
berbuka sehari (selang-seling)” (H.R.
Bukhari).
g.
Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban
menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab. Adapun bulan-bulan mulia
yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan
Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan
tersebut memang disunnahkan. Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya Menyempurnakan
puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah
disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah.
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila
dalam mengerjakan puasa di bulan Sya’ban lebih banyak daripada di bulan
lain adalah lebih baik.
Rasulullah bersabda :
كاَنَ
يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً
(أخرجه البخارى)
Artinya :
“ Rasulullah pernah berpuasa penuh di
bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban tidak penuh (dengan tidak
berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)” (H.R. Bukhari)
3. Puasa
Makruh
Puasa hari jum’at secara tersendiri,
puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan
tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan
dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam
madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa
pada kedua hari itu secara mutlaq.
4. Puasa
Haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa
pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika
kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah
menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan,
diantaranya ialah :
a.
Puasa
pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban
(idul adha)
b. Tiga hari setelah hari raya kurban.
Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
c. Puasa seorang wanita tanpa izin
suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami
bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan.
3. Ketentuan
Puasa
Ketentuan
puasa berisi syarat, rukun, sunah-sunah dan hal-hal yang berkaitan dengan puasa
yang akan dijelaskan sebagia berikut[7]
:
a. Syarat Puasa
Ada
beberapa syarat yang harus di penhi dalam melaksanakan puasa, syarat
syarat tersebut terdiri dari syarat syarat wajib dan syarat syarat sah. Syarat
wajib adalah syarat yang menyebabkan seseorang harus melakkan
puasa, sedangkan syarat sah adalah syarat syarat yang harus di
penuhi oleh seseorang agar puasanya sah. [8]Berikut adalah penjelasan syarat
wajib dan sah nya puasa :
1) Syarat Wajib Puasa
a)
Islam
b)
Baligh dan berakal sehat
Tanda- tanda baligh:
·
Bermur 15 tahun bagi laki laki maupn
perempuan
·
Pernah mimpi basah baik laki laki
walaupun belum berumur 15 tahun
·
Bagi perempuan belum berumur 15 tahun
tapi sudah haid
c)
Mampu (kuasa melakukanya)
d)
Menetap (mukim)
2) Syarat Sah Puasa
a)
Islam
b)
Tamyiz yaitu anak anak yang mampu
membedakan yang baik dan buruk(sekitar sudah berumur 17 tahun)
c)
Suci dari haid dan nifas
d)
Bukan pada hari hari yang diharamkan
b. Fardlu Puasa
Pada
waktu kita berpuasa ada 2 fardlu/rukun yang harus diperhatikan dengan benar
yaitu:
1)
Niat, yaitu menyengaja untk
berpuasa tiap tiap malam dengan menyatakan akan melakukan puasa wajib
c. Sunah Sunah dalam Waktu
Puasa
Ada beberapa pekerjaan yang
disunatkan pada waktu berpuasa yaitu sebagai berikut:
1)
Makan sahur meskipun sedikit
2)
Mengakhirkan makan sahur selama belum
terbit fajar (kita kita 10 menit setelah subuh)
3)
Menyegerakan berbuka puasa jika benar
benar telahtiba waktunya
4)
Membaca Doa ketika berbuka puasa
5)
Berbuka dengan yang manis manis atau
dengan kurma sebelum makan yang lainnya,
6)
Memperbanyak amalan amalan bulam ramadan
7)
Memberi makan pada orang lain yang berbuka
puasa
8)
Memperbanyak membaca alquran
d. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Hal
hal yang membatalkan puasa antara lain adalah sebagai berikut :
1)
Makan minum sengaja
2)
Bersetubh atau melakkan hubungan suami
istri pada siang hari
3)
Keluar darah haid/nifas
4)
Keluar mani yang sengaja
5)
Masuknya sesuatu lewat lubang(mulut,
hidung, telinga, dubur, kubul)
6)
Menyengaja muntah
7)
Gila
B.
Mengapa
Allah Mewajibkan Berpuasa
1. Karena Puasa adalah perintah Agama
Ini adalah jawaban yang paling utama dan paling mutlak.
Dalam segala bentuk ibadah, ketika ditanya mengapa, jawabnya “karena ini
adalah perintah agama”. Seseorang tidaklah layak beragama islam sampai ia
menyerahkan diri dan menerima sepenuhnya agama islam, karena arti dari islam
sendiri itu adalah “ menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah ”.
Sehingga segala bentuk perintah agama wajib diterima dan dilaksanakan termasuk
diantaranya adalah puasa.
2. Karena Puasa Adalah Rukun Islam
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu umar radhiallahu
anhuma Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
بُنِيَاْلإِسْلَامُعَلَيخَمْسٍ: شَهَادَةِأَنْلآاِلهَاِلَّااللهُ٬وَأَنَّمُحَمَّدًارَسُوْلُاللهِ٬وَإِقَامِالصَّلَاةِ٬وَإِيْتَاءِالزَّكَاةِ٬وَصَوْمِرَمَضَانَ٬وَحَجِّالْبَيْتِ
“ (Islam dibangun diatas lima (
pondasi ) : Syahadat laa ilaaha illallah wa ashadu anna Muhammad Rasulullah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji ( bagi yang mampu
), dan berpuasa di bulan Ramadhan ) ” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)
[12]
Ibarat sebuah tenda kehilangan satu tiang, masihkah ia tegak
menjulang. Inilah islam, yang tak akan tegak tanpa tiang – tiang nya, yang
diantaranya adalah puasa.
3.
Karena
Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa
Mengapa kita diwajibkan berpuasa, “ agar kalian kalian bisa bertakwa……”.
Allah sendirilah yang memberikan
jawaban ini kepada kita. Allah ta’ala berfirman :
“wahai orang – orang yang beriman telah diwajibkan atas
kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas umat – umat
sebelum kalian agar kalian bertakwa “ ( Al
Baqarah : 183 ).
Dengan berpuasa terwujudlah hakekat takwa. Bagaimana tidak, sedangkan orang yang berpuasa menjauhi
segala hal yang dapat membatalkan puasanya karena taat kepada Allah dan
menjauhi larangan-Nya, dengan ini terwujudlah takwa. Karena ia menaati perintah
Allah berupa puasa, dan menjauhi larangan Nya yang berupa pembatal – pembatal puasa.
4. Karena Begitu Banyaknya Keutamaan Di Bulan Ramadhan
Mari kita merenung sejenak,“mengapa puasa diwajibkan pada
bulan Ramadhan ?” sebelum menjawab pertanyaan ini, timbul pertanyaan
lain yang perlu kita jawab terlebih dahulu "apa saja keutamaan yang ada
di bulan Ramadhan ?”, sedikit akan kami sebutkan beberapa keutamaan bulan
Ramadhan yang diantaranya :
Ø Al
Qur’an Diturunkan Pada Bulan Ramadhan
Allah ta'ala berfiman :
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan ) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
( antara yang hak dan yang bathil )” ( Al Baqarah : 18).
Ø Bulan
Ramadhan Adalah Bulan Penuh Berkah, Rahmat, Dan Mustajabnya Doa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إذا دخل شهر رمضان فتحت أبواب الرحمة
و غلقت أبواب جهنم و سلسلت الشياطي
“apabila telah
masuk bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu – pintu rahmat, sedangkan pintu –
pintu neraka jahannam ditutup, dan setanpun dibelenggu” ( diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dan ini adalah lafadz Muslim)
Ø Bulan
Ramadhan Bulan Ibadah Dan Amal Kebaikan
Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila
telah memasuki sepuluh malam terakhir, beliau mengencangkan sarungnya untuk
beribadah dan beliau membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam hari
dengan ibadah.
C. Fungsi Dan Tujuan Puasa
Tujuan puasa adalah mencapai derajat
takwa. Ini dikatakan dalam sebuah ayat Al-Quran yang memerintahkan orang yang
beriman untuk berpuasa (Q.S Al-baqarah, 2: 183).
Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah… (Q.S Al-Baqarah, 2: 115).
Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah… (Q.S Al-Baqarah, 2: 115).
Pengalaman akan kehadiran Allah inilah
yang menggambarkan fenomena mengenai orang beriman, yang …apabila disebut nama
Allah, tergetar hatinya dan bila ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka,
bertambah kuat keimanannya…(Q.Al-Anfal, 8: 2).
Orang beriman adalah orang-orang yang
konsisten berpegang teguh pada agama. Mereka dijanjikan oleh Allah kebahagiaan
hidup…mereka yang berkata “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap berpegang
teguh (pada agama), mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih (Q.S Ahqaf, 46:
13). Al-Quran menyebut, inilah orang-orang yang menjadikan takwa–pengalaman
akan kehadiran Yang Ilahi itu–dan keridaan Allah sebagai asas hidup mereka.
Allah mengatakan, Manakah yang terbaik? Mereka yang mendirikan bangunannya atas
dasar takwa dan keridlaan Allah, ataukah yang mendirikan bangunannya di atas
tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka… (Q.S
At-taubah ,9: 109).
Dalam jangka panjang tujuan puasa adalah
menjadikan takwa ini sebagai asas dan pandangan hidup yang benar. Ayat di atas
menegaskan bahwa asas hidup yang selain takwa dan keridaan Allah itu adalah
salah, diibaratkan dengan orang yang “mendirikan bangunan di atas tanah pasir
di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka”.
Tentang takwa ini, menarik melihat bahwa
takwa adalah kesejajaran “iman” dan “tali hubungan dengan Allah”yang merupakan
dimensi vertikal hidup yang benar. Karena itu pengertian takwa bersifat
ruhaniah, yang masih harus diterjemahkan dalam segi-segi konsekuensial yang
mengikutinya (misalnya dalam kaitan iman dan amal-saleh, yang disimbolkan dalam
“takbirat al-ihram” dalam shalat yang bersegi keruhanian, dan “salâm” yang
bersegi komitmen sosial).[13]
Dalam Al-Quran Al-Baqarah/2 ayat 2-4,
digambarkan lima ciri dari orang yang bertakwa: yaitu (1) mereka yang beriman
kepada yang gaib; (2) mendirikan shalat; (3) menafkahkan sebagian rezeki; (3)
beriman kepada wahyu yang telah Allah sampaikan (Al-Quran) dan wahyu sebelum
Al-Quran; dan (5) mereka yang yakin akan Hari Akhirat.
Kelima ciri takwa ini adalah an sich
ciri dari orang yang beriman. Dari kelima unsur yang menjadi ciri ketakwaan
itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib, mendapatkan peneguhan utama dalam
ibadah puasa, karena puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal,
private, tanpa kemung¬kinan bagi orang lain sepenuhnya melihat, mengetahui,
apalagi menilainya. Seperti dikatakan dalam sebuah Hadis Qudsi, yang menuturkan
firman Allah, “…Puasa adalah untuk-Ku semata, Akulah yang menanggung
pahalanya”. Jadi, seperti juga takwa yang bersifat ruhani, puasa itu harus
diawali atau berpangkal pada ketulusan niat yang juga private, sehingga
dikatakan oleh Sakandari dalam kitab Al-Hikâm, bahwa amal perbuatan adalah
bentuk lahiriah yang tampak mata, dan ruhnya ialah adanya rahasia keikhlasan
(yang amat private) di dalamnya.
Kembali
ke takwa, maka pangkal takwa adalah keimanan yang mendalam kepada Allah dan
kesadaran tanpa ragu sama sekali akan kehadiran-Nya dalam hidup dan segala
kegiatan manusia. Puasa sebagai ibadah yang sangat private merupakan latihan
dan sekaligus peragaan kesadaran ketuhanan: peragaan akan pengalaman kehadiran
Yang Ilahi. Inilah tujuan pokok puasa yang kemudian melimpah kepada nilai-nilai
hidup yang menjadi konsekuensinya, yang menjadikan adanya hikmah kemanusiaan
dari ibadah puasa ini, sebuah hikmah yang dilatih dengan “menahan diri”, makna
literal dari shiyâm atau shaum atau puasa itu sendiri. Maka dengan menanggung
derita sementara ini (dengan menahan diri secara jasmani, nafsani dan ruhani)
ada proses penyucian yang akan memperkuat segi-segi kelemahan manusiawi
(apalagi “manusia adalah pembuat kesalahan” erare
humanum est, begitu kata pepatah Latin). Kelemahan manusiawi yang amat
mencolok adalah kecenderungannya mengambil hal-hal jangka pendek, karena daya
tariknya, dan lengah terhadap akibat buruk jangka panjang (lihat Q.S, 75: 20).
Terhadap kelemahan manusiawi ini, Tafsir Yusuf Ali mengatakan, “Manusia suka
tergesa-gesa dan segala yang serba tergesa-gesa. Dengan alasan ini ia
menyandarkan imannya pada hal-hal yang fana, yang datang dan pergi, dan
mengabaikan segala yang sifatnya lebih abadi, yang datangnya perlahan-lahan,
yang tujuan sebenarnya baru akan terlihat sepenuhnya di akhirat kelak”.
Berikut beberapa manfaat
puasa Ramadhan bagi kesehatan :
1.
Dengan
kita menjalankan puasa dan khusunya puasa ramadhan ini akan mengistirahatkan
organ pencernaan dan perut dari kelelahan kerja yang terus menerus dalam
sehari-hari tanpa istirahat, mengeluarkan sisa makanan dari dalam tubuh,
memperkuat badan.
2.
Dengan
kita menjalankan puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan
mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi
perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi (kolesterol jahat), kegemukan dan juga penyakit hipertensi.
3.
Dengan
kita berpuasa maka hal tersebut akan trut membersihkan tubuh dari racun dan
kotoran (detoksifikasi). Puasa merupakan terapi detoksifikasi yang paling tua
dalam sejarah peradaban manusia. Dengan puasa, berarti kita membatasi kalori
yang masuk dalam tubuh kita sehingga hal ini akan menghasilkan enzim
antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang bersifat racun dari dalam
tubuh.
4.
Dengan
berpuasa juga akan mendorong peremajaan dan juga pergantian sel-sel tubuh yang
rusak dengan yang baru. Sehingga sel-sel tubuh akan mengalami proses peremajaan
yang lebih cepat daripada biasanya.
5.
Dalam
keadaan kita berpuasa ternyata hal tersebut juga dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan saat puasa terjadi peningkatan limfosit
hingga sepuluh kali lipat. Kendati keseluruhan sel darah putih tidak berubah
ternyata sel T mengalani kenaikkan pesat. Dengan kenaikan yang cukup signifikan
hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kekebalan tubuh kita.
6.
Tatkala
kita sedang menjalankan ibadah puasa, maka keadaan psikologi kita akan lebih
tenang daripada keadaan tidak sedang berpuasa. Keadaan jiwa yang tenang, tidak
dipenuhi amarah maka hal tersebut akan dapat menurunkan kadar adrenalin dalam
tubuh kita. Seperti kita ketahui bahwasannya Rasulullah juga melarang kita
untuk marah, ternyata dalam kondisi marah akan terjadi peningkatan jumlah
adrenalin sebesar 20-30 kali lipat. Adrenalin akan memperkecil kontraksi otot
empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner,
meningkatkan tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke jantung dan
jumlah denyut jantung. Adrenalin juga dapat menambah pembentukan kolesterol
dari lemak protein berkepadatan rendah. Berbagai hal tersebut ternyata dapat
meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah, penyakit jantung dan otak seperti stroke,dan juga
penyakit jantung koroner, dan lainnya.
D. Hikmah Puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat
besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani
maupun jasmani. Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih
manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap
individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social manusia
dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin
dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa
bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya
penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya
termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula
keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar
makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang
seharian sacara umum:
- Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya. Itulah disiplin waktu namanya, kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
- Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah, dan amal-amal sunat.
- Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi.
- Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
- Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.
- Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
- Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa.
- Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
- Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.
- Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.[14]
E. Makna Spiritual Puasa
Puasa mengandung banyak hikmah
bagi yang melakukan sesuai dengan aturan. Dalam hal ini penulis akan mencoba
mengupas persoalan puasa dari sisi hikmah puasa dalam kajian nilai spiritual. Nilai
spiritual adalah nilai ketuhanan yang terkandung dalam ibadah sebagai jalan
menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Rasa terima kasih yang dimaksud di sini
bisa dikatakan sebagai suatu bentuk rasa syukur menusia kepada Tuhannya atas
segala nikmat yang telah banyak diberikan dan tidak terhitung jumlahnya. Rasa
terima kasih tersebut dibuktikan dengan cara melaksanakan puasa.[15]
Puasa yang dilakukan sekaligus sebagai ajang untuk dapat
menjadikan manusia supaya lebih bertakwa, atau suatu cara berlatih untuk selalu
dapat mengerjakan segala apa yang diperintahkan-Nya dan mampu menjauhi segala larangan-Nya dengan jalan
melaksanakan puasa sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah dan bukan
aturan yang ditetapkan manusia.
Hal-hal yang terkait dengan segala aturan pada saat
manusia melaksanakan puasa, seperti diperbudak oleh makanan dan minuman,
hubungan seks dan segala perbuatan yang bersifat keji (mencuri, berdusta,
menfitnah dan sebagainya), harus dapat dijauhi dalam rangka memperoleh suatu kenikmatan
yang lebih dari hal itu. Yaitu kehidupan mulia dan baik di mata manusia
lebih-lebih di mata Allah swt. Dalam nilai spiritual puasa pun menepis sifat
kebinatangan yang ada pada manusia, yaitu sifat yang hanya bergairah kepada
makan dan minum serta semisalnya. Hal itu sebagai bentuk bagaimana Allah yang
maha bijaksana mengajarkan bagaimana cara mengemban amanat, tidak meninggalkan
dan tidak melampui batas.
Hal lain, puasa bisa menjadi sebuah cara yang bagus
untuk dapat melatih manusia terutama yang beriman untuk dapat menahan diri dari
yang hanya memperturutkan nafsu belaka padahal hal itu tidak jauh berbeda
seperti yang dimiliki binatang. Untuk itu Allah memerintahkan manusia khususnya
yang beriman untuk mau melaksanakan puasa dalam rangka menjaga manusia dari
segala perbuatan keji yang hanya berbau sifat binatang tadi. Sehingga nantinya
akan menjadi suatu alat yang mudah untuk mengangkat derajat manusia untuk
selalu di atas dibanding dengan makhluk-makhluk yang lain, disebabkan manusia
tersebut telah memiliki jiwa yang baik.
Kejiwaan yang baik akan berpengaruh pada pelaksanaan
ibadah, di mana manusia tesebut akan lebih mudah ke arah kebaikan (sifat
Malakut) daripada ke arah kejelekan (sifat ke-binatang-an), disebabkan
kebiasaan latihan kejiwaan pada saat berpuasa. Dalam puasa, latihan kejiwaan
dilakukan dengan cara, yaitu ketika pada dini hari saat makan sahur, bagi
keumuman merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin bukan makan sahurnya yang
berat tetapi bangun pada saat sedang nyenyak-nyenyaknya terlelap dalam buaian
mimpi dan itulah menurut orang-orang yang dirasakan berat.
Waktu siang manusia yang berpuasa tetap bisa bekerja
meskipun dengan sedikit rasa lapar dan dahaga. Sebab hal itu dilakukan
semata-mata karena rasa ingin mendekatkan Allah swt. Pendek kata, nilai
spiritual orang yang berpuasa menjadikan hubungan manusia dengan Allah terasa
lebih akrab, hal itu menjadi bukti betapa benarnya kata-kata Allah bahwa Ia
lebih dekat dengan kita daripada urat leher kita.
Nilai spiritual faktual lain, ketika kehidupan zaman
sekarang yang cenderung membuat silau dan banyak dikuasai oleh materialisme
(keduniaan) dari pada yang bersifat keakhiratan. Maka dengan jalan berpuasa
diharapkan orang akan lebih bisa menghadapi kesenangan-kesenangan yang hanya
akan membawa menuju kemaksiatan. Dan akan lebih mudah memelihara, menjaga,
lebih-lebih bisa memagari dirinya dari segala godaan keduniawian yang
menyesatkan.
F. Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter
Berbicara
tentang puasa Ramadan tidak bisa lepas dari istilah ‘menahan’ karena puasa
sendiri berasal dari kata imsak yang artinya menahan. Puasa merupakan
salah satu dari lima rukun Islam, yang mana puasa adalah rukun Islam ke
empat. Sedangkan makna karakter adalah tingkah laku dan pola fikir yang
terjadi secara alami, apa adanya, tanpa dibuat-buat, terjadi secara reflek, dan
bukan merupakan sandiwara. Lalu kenapa puasa bisa membentuk karakter? karakter
adalah perilaku alami yang berasal dari perfleksian jiwa (bawah sadar) dan
karakter merupakan hasil dari budaya, sedangkan budaya sendiri terlahir salah
satunya karena adanya tingkah laku ‘pembiasaan’. Sudah menjadi pengetahan umum
bahwa pada setiap bulan Ramadan terjadi pergeseran pembiasaan. Pergeseran ini
terjadi karena di dalam bulan puasa ada amalan-amalan ibadah tertentu yang
dianjurkan bagi umat Islam untuk dilaksanakan pada bulan puasa tersebut. Ibadah
puasa khususnya di Indonesia telah membentuk budaya baru masyarakat.[16]
Sehingga
tidaklah salah apabila bulan Ramadan disebut sebagai bulan pelatihan (training)
bagi umat Islam, dengan kata lain bulan Ramadan adalah Madrasah (sekolah) untuk
pembentukan karakter manusia. Pernyataan ini bukanlah omong kosong belaka,
namun dapat diuji dan diteliti kebenarannya. Puasa secara total dan benar
(tidak hanya menahan lapar dan dahaga saja) bisa mengkikis ‘karakter’ hewani
yang ada pada diri manusia. Lantas
apakah pembiasaan positif yang dilakukan pada bulan puasa bisa melahirkan
karakter manusia yang terpuji? Jawabannya tentu bisa, asal pembiasaan tersebut
dilakukan secara konsisten (istiqomah) dan dengan cara menilai datangnya
bulan puasa bukanlah sebuah hal yang tak bermakna sama sekali sehingga dilalui
begitu saja tanpa adapencarian makna, pedalaman, dan tindak lanjut setelahnya.[17]
Seperti Madrasah pada umumnya, pada
Madrasah Ramadan ini juga memiliki Kurikululum (muatan pelajaran/pesan
kebaikan) yang tersirat dalam bentuk tata cara berpuasa, serta berisi
anjuran-anjuran, larangan-larangan, dan perintah-perintah yang berasal dari
Allah kepada manusia baik sebelum, ketika bulan puasa datang, dan sesudahnya.
Diantara ‘kurikulum; yang bermuatan karakter mulia (positif) pada Madrasah
Ramadan adalah bisa melahirkan manusia yang mampu dan terbiasa dalam :
1.
Berhati-hati,
Teliti, dan Waspada
Berhati-hati terhadap sesuatu hal yang bisa membatalkan
puasa atau mengurangi pahala puasa. Sehingga tidak menjadi manusia yang
ceroboh, reaksioner, dan mudah terprovokasi.
2.
Muhasabah (Evaluasi Diri)
Salah satu anjuran dalam bulan puasa adalah melakukan iktikaf
di Masjid. Iktikaf tidak hanya berisi zikir dan doa, namun juga berisi muhasabah
(sadar diri dan sadar potensi), dan juga bisa berisi renungan-renungan lain,
semisal renungan untuk masa depan.
3.
Rela
Berkorban
Pengorbanan yang tidak menyakiti diri atau menyebabkan tidak
baik bagi diri sendiri, namun untuk memperoleh ganti dari Allah SWT. Dalam
puasa umat Islam dilatih tidak hanya mengorbankan diri dalam bentuk menahan
makanan dan minuman yang lezat pada siang hari, namun juga mengorbankan waktu
dan tenaga untuk iktikaf serta membaca (mengkaji) al Quran. Selain itu
pengorbanan harta untuk diberikan pada para dhuafa, dan guna memfasilitasi
orang lain untuk berbuka puasa.
4. Mampu Memanajemen Diri
Anjuran untuk berbuka di awal waktu dan sahur di akhir waktu
merupakan pembelajaran disiplin waktu. Seakan mulai dari bangun tidur sampai
tidur lagi aktivitas sudah tercatat dalam fikiran setiap pribadi yang berpuasa,
kegiatan apa saja yang akan dilakukan tiap jamnya sudah tertanam. Termasuk di
dalamnya adalah juga mengendalikan diri (emosi) serta mengatur (menseting) otak
untuk melakukan hal-hal yang dianjurkan pada bulan puasa. Sehingga bisa
menciptakan etos kerja tinggi karena semua waktu, tenaga, dan fikiran sudah
direncanakan sejak awal agar tercapainya prinsip efektif dan efisien.
5. Berbuat Jujur
Ibadah puasa merupakan ibadah individu yang hanya pelaku dan
Allah-lah yang tahu apakah ia benar-benar puasa atau tidak. Jadi puasa adalah
pendidikan bagi manusia untuk berbuat jujur (tidak munafiq) pada diri sendiri,
orang lain, dan jujur pada Tuhannya.
6.
Bertaqwa
Taqwa merupakan salah satu hasil yang diharapkan dari orang
yang berpuasa, taqwa dapat diartikan takut pada Allah, karena Allah adalah dari
segala sesuatu yang hanya wajib ditakuti sehingga dengan takut itu manusia akan
taat pada Allah. Salah satu ciri orang bertaqwa adalah menepati janji, sabar,
menjalin siraturrahim (persaudaraan), bersyukur, menjaga diri,
kepedulian sosial, mengendalikan diri (menahan amarah), pemaaf, berbuat
kebaikan, bertaubat, ikhlas, tawadu', penyayang, tanggung jawab, dan berperilaku
adil.
7.
Gaya
Hidup Sederhana
Hidup sederhana bukan berarti tidak boleh menjadi orang
kaya. Dengan hidup sederhana manusia tidak akan terjebak pada pola hidup
materialistik, konsomerisme, dan cinta dunia secara berlebih.
8.
Sikap
Optimis
Sebelum bulan puasa datang umat Islam dianjurkan untuk
menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan harapan. Bukan dengan kesedihan dan
menganggap datangnya bulan puasa sebagai beban atau ancaman (masalah). Bulan
Ramadan datang setiap tahunnya adalah sebagai solusi (sumbangan keteguhan jiwa)
bagi manusia yang menjalankannya. Datangnya bulan puasa bukan merupakan sebuah
masalah atau pil pahit (racun yang harus dihadapi). Seharusnya puasa Ramadan
menjadi tantangan bagi setiap orang. Sehingga kita harus menyambut gembira
tantangan berpuasa Ramadan tersebut. Dan tentu juga harus dikejawantahkan dalam
bentuk gembira menghadapi tantangan-tantangan dalam hidup ini.
9.
Tahan
Uji (Cobaan)
Salah satu cobaan bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa
adalah ketika ada orang lain yang meprovokasi, menyinggung perasaan, dan ada
godaan-godaan lain yang tidak sengaja untuk menggoda orang berpuasa, misalnya
ada acara iklan makanan dan minumanan, serta ketika kita melihat orang yang
makan atau minum di tempat umum.
10. Meneguhkan dalam Bersikap
Tegas dalam mengambil keputusan (konsisten, tidak
plin-plan), siap menghadapi resiko, serta berkomitmen menjalani keputusan yang
telah menjadi pilihan, yaitu memilih untuk tidak makan dan minum sehingga
resiko yang harus dihadapi adalah rasa lapar. Sebenarnya masih banyak sekali
nilai-nilai kebaikan yang terkandung secara tersirat dari bulan puasa serta
manfaat bagi pembentukan karakter ketika menjalani ibadah puasa. Semua manfaat
yang terdaftar di atas tersebut lama kelamaan akan membentuk karakter, baik
karakter pribadi maupun karakter masyarakat jika perilaku-perilaku baik dalam
berpuasa tersebut sudah mendarah daging.
BAB III
ANALISIS
Puasa adalah salah satu
kewajiban bagi setiap musim karena puasa merupakan rukun islam yang ke tiga
(syahadad, sholat, puasa, zakat dan haji) perintah yang tertuang dalam firman
Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 183. Bulan suci bulan dimana pintu surga dibuka
seluas luasnya dan pintu neraka ditutup rapat. tiap tahun bulan ramadhan ini
disambut dengan suka cita oleh umat muslim pada kebanyakannya. akan tetapi
tidak sedikit orang muslim yang belum mengerti cara berpuasa dengan baik dan
benar. sehingga yang mereka maksud berpuasa disini hanya untuk menahan lapar
dan haus saja.sesuai perintah dari kitab suci, puasa dapat menolong menanam
sikap baik dan semua itu diharapkan berlanjt kebulan bulan berikutnya.
Di indonesia khususnya
umat mslim menjalankan pasa yang diwajibkan yaitu puasa
ramadhan, akan tetapi kurangnya pengetahan tentang puasa
mengakibatkkan orang tersebut menjalankan puasa tanpa memperoleh pahala (sia
sia). Melainkan hanya pemperoleh rasa lapar dan dahaga. Ada juga orang yang
puasa hanya namun hanya melakukannya di awal puasa dan diakhir bulan puasa(
penutupan)tidak sebulan penuh, walaupunorang tersebut tanpa memiliki
udhur, ada jga berbagai alasan seseorang tidak melakukan puasa misalkan dengan
alasan sakit mag, lambung ata yang lainnya.sekedar pengetahuan saja bahwa puasa
it selain mendapatkan pahala yang luar biasa juga menjadikan tubuh sehat
karenadengan puasa dapat menvegah penyakit yang timbul akibat pola makan
berlebihan, makanan yangb berlebihan belum tentu baik untuk
kesehatan, dengan melaksanakan puasa dapat memberi kesempatan bagi
alat pencernaan untuk istirahat, membebaskan dari kotoran dan racun
dalam tubuh.akan tetapi masih banyak masyarakat yang menganggap puasa it
menjadi pengaruh besar dalam kesehatan merekan. Untuk itu perlu diterapkan
pengajaran yang lebih mendalam dalam hal berpuasa.
BAB IV
KESIMPULAN
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu
wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan
mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat
imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya
ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari
apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam
sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana
firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah.
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah
dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan)
untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan
merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang
kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah
sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah.
Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah
ibadah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali,
Imam. 1986. Ihya’ Ulumuddin Jilid II
Terj. Ismail Yakub, MA.SH. Medan: Faizan.
Basri,
Helmi. 2010. Fiqih Ibadah. Pekanbaru
: Suska Press
Jawad
Mughnoyah, Muhammad. 2001. Fiqih Lima
Mazhab Cetakan VII. Jakarta: PT Lentera Basritama
Latif,
Djamil. 2001. Puasa dan Ibadah Bulan
Puasa. Jakarta : Ghalia Indonesia
Majid,
Nurcholis. 2003. Rukun Islam. Surabaya:
Pustaka Visi Global
Rasjid,
H. Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung
: Sinar Baru Algensindo.
Rasyid Ridha, Muhammad. 1994. Tafsir
“Al-Manar”. Surabaya: Pustaka Visi Global
Ridwan,
Hasan. 2009. Fiqih Ibadah. Bandung :
Pustaka Setia
Rifa’i
, Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang:
PT Karya Toha Putra
Rusyd,
Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtalid. Jakarta:
Pustaka Amani
Sabiq,
Sayyid. 1993. Fikih Sunnah. Bandung :
PT Al-Ma’arif
Siti
Nurjannah, Hanis. Puasa dan Pembentukan
Insan Berkarakter. diakses dari
hanissitinurjannah.blogspot.com/2015/02/Puasa-dan-Pembentukan-Insan-Berkarakter.html,
diakses pada 23/03/2017 pukul 6:52
Sumaji,
Ania dan Zuhdi, Najmuddin. 2008. Masalah
Puasa. Solo: PT Tiga Serangkai[1] Amir
Syarifuddin. 2003. Garis-Garis Besar
Fiqih. Bandung: Kencana
[1] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 2012), hlm. 220
[2] Muhammad Rasyid Ridha, tafsir
“Al-Manar”, (Surabaya: Pustaka Visi Global, 1994), hlm 82
[3] Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Jilid II, TerJ. Ismail
Yakub, MA.SH, (Medan: Faizan, 1986), hlm. 18
[4] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtalid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 634-635
[5] Muhammad Jawad Mughnoyah, Fiqih Lima Mazhab Cetakan VII, (Jakarta: PT Lentera Basritama,
2001), hlm. 167
[6] Hasan Ridwan, Fiqih Ibadah, (Bandung : Pustaka Setia,
2009), hlm.235
[7] Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru : Suska Press, 2010) hlm.106
[8] Drs. H. Moh. Rifa’i, op.cit.,
hlm 327-328
[9] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah , (Bandung : PT,
Al-Ma’arif, 1993), hlm. 174
[10] H. Sulaiman Rasjid, op.cit.,
hlm. 238-240
[11] Drs. H.Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT
Karya Toha Putra, 1978), hlm. 325-326
[12] H.M. Djamil Latif, S.H, Puasa dan Ibadah Bulan Puasa, (Jakarta :
Ghalia Indonesia, 2001) hlm.22
[13] Ali Al-Shobuny, Rowai’ul Bayan Tafsir Ayatul Ahka, (Jakarta:
Draul Kutubul Islamiyah, 2001), hlm 84
[14] M. Anis Sumaji dan M. Najmuddin
Zuhdi, Masalah Puasa, (Solo: PT Tiga
Serangkai, 2008) h1m. 25
[15] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Bandung:
Kencana, 2003), hlm.142
[16] Nurcholis Majid, Rukun Islam, (Surabaya: Pustaka Visi
Global, 2003), hlm. 53
[17] Hanis Siti Nurjannah, Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter, diakses
dari
hanissitinurjannah.blogspot.com/2015/02/Puasa-dan-Pembentukan-Insan-Berkarakter.html,
diakses pada 23/03/2017 pukul 6:52
Mampir jg kak di http://cengcen.blogspot.com/2018/06/makalah-puasa-hukum-syarat-rukun.html
BalasHapusReferensi dari kitab taqrirotul sa'didah